Sabtu, 18 Juli 2015

ESCAPE

12

Kepalaku terasa sakit. ‘Pasti karena tadi !’  batinku. Aku memegang rambutku yang terasa lebih tipis. Aku ingin bangun dan memakai sepatuku. Jam menunjukan pukul 12 siang,berarti yang lainnya belum pulang. Pengurus UKS mengizinkanku keluar karena keadaanku sudah membaik. Aku sempat melirik lengan yang masih terasa nyeri dan seragamku yang robek serta ada noda darah yang mengering di seritarnya.
Aku mengintip kearah jendela dan melihat sekumpulan siswi berkumpul sambil membicarakan sesuatu. Ini memang masih jam istirahat,jadi keadaan di luar memang agak ramai. Aku melihat kearah yang sama dengan mereka. Mataku membulat sempurna rasanya ketika aku melihat Jerry yang sedang bicara dengan pak Andi. Aku keluar dari UKS sambil memegangi lenganku yang di perban. Jerry dan pak Andi menoleh kearahku. Kemudian mata jerry melihat luka di lengan kananku.
“Gimana Va ? udah mendingan ?” tanya pak Andy.
Aku mengangguk. Jerry kembali melayangkan pandangannya ke kepalaku. Rupanya dia menyadari rambutku yang lebih sedikit dari sebelummnya.
“Avaaa !!” teriak seseorang dari belakangku. Aku menoleh dan menemukan dua orang aneh berlarian kearah ku. Siapa lagi kalau bukan Alvin dan Fraya. Di belakang mereka,aku melihat Dave yang ku ketahui adalah pacarnya Fraya sedang berjalan mengikutinya dan juga membawa tas miliku. Mungkin dia takut kalau pacarnya terlibat dalam masalah seperti tadi pagi. Tidak hanya mereka bertiga,Yuki pun ada dibelakang mereka dan berjalan di sebelah Dave.
Alvin menghambur sambil merentangkan tangannya,namun kerah bajunya di tarik oleh Fraya. “Gausah lebay Vin,sono lu ! ngeribetin aja,hahaha” ejek Fraya. Alvin cemberut mengengar ejekannya. “Nah,kayaknya korbannya udah bisa jalan” ledeknya kepada ku. Kemudian Fraya melambaikan tangan pada seseorang di belakangku. “Hai,ehh siapa namanya… oh iya,Jerry. Hahaha !”
Jerry tersenyum dan beberapa siswi yang berkumpul tadi sepertinya berteriak. Alvin memberikan sinyal kepadaku seperti bertanya siapa pria yang di teriaki siswi – siswi tadi. Aku tidak menjawabnya. Aku mengalihkan pandangan ke pak Andy dan Jerry.
Dave memberikan tasku kepada Jerry. Sepertinya pak Andy telah memberikan penjelasan kepada Jerry tentang apa yang terjadi tadi berdasarkan kesaksian kami bertiga. Pak Andi pergi ke ruangannya setelah pamit kepada kami.
***~***~***~***
Jerry Sandi

Melihatnya seperti itu,rasanya hatiku tersayat. Aku yang seharusnya bisa melindunginya. Aku tahu masa lalunya. Akulah anak laki – laki itu. Akulah yang sering melihatnya di taman belakang rumahnya. Aku tahu keluarganya. Karena itu aku mau bersamanya. Aku jatuh cinta padanya sejak lama. Bahkan akupun sering bolos dari kantorku hanya untuk mengawasimu tanpa diminta siapapun. Tapi sepertinya dia benar – benar melupakanku.

‘Sedang apa dia sendirian disana ?’ batinku. Sepertinya dia lebih muda dariku. Aku ingin mengajaknya bicara. Namun ketika aku menghampirinya,dia pergi. Sejak saat itu aku sering memperhatikannya. Suatu hari,aku melihatnya menangis dan matanya terlihat sangat bengkak. Aku ingin menemuinya tapi aku tidak berani.
“Ava gak butuh semua itu ! Ava butuh mama ! Ava butuh papa !” ucapnya. “Bahkan di hari ulang tahun Ava pun mereka selalu sibuk ! Ava tidak penting ! begitukan bi ?” lanjutnya.
Seorang perempuan paruh baya menghampirinya dan memeluknya. “Non Ava kan punya bibi disini,sabar ya non” ucapnya penuh kelembutan.
“Ava gak mau bibi ! Ava mau mama dan papa ! Ava gak mau semua mainan itu !” teriaknya sambil menangis.
Perempuan yang memeluknya pun menangis. “Mama dan papa non Ava kan bekerja mencari uang untuk Ava,biar non Ava bisa sekolah,bisa makan,bisa main” tuturnya.
“Jadi uang itu lebih penting dari Ava ya bi ?” ucap Ava sambil menangis.
“Bu..bukan begitu non…”
“Ava nakal ya bi mangkannya mama dan papa lebih peduli uang ?” tanya Ava.
“Non Ava gak nakal. Non Ava itu anak baik” jelasnya.
“Ava cape,Ava mau tidur ya bi” ucap Ava lalu meninggalkan perempuan itu sambil berlari. Sejak saat itu aku mulai mengetahui beberapa hal tentangnya.

Aku memberikan jaketku kepada Ava sebelum masuk ke rumahnya.
“Gak usah,mereka udah terbiasa kok liat gue kayak gini” tolaknya.
Ketika sampai di pintu,bibi menyambut kami dengan tatapan kaget. Aku hanya bisa menundukan kepalaku dalam – dalam. Aku sudah siap jika bibi akan memarahiku atas apa yang terjadi pada Ava.
“Nak Jerry,terima kasih ya sudah nganter non Ava padahal ini masih jam kerja kan ?” ucapnya lembut.
“Eh ? bibi gak marah ?” tanyaku.
“Untuk apa marah,ton kalaupun bibi marah pun non Ava gak akan seperti semula lagi. Betul kan ? dan bibi juga ngerti kok,ini bukan salah nak Jerry” jawabnya.
Kalian pasti bertanya – tanya mengapa aku bisa menjemput Ava di sekolah. Fraya memberitahu ku lewat telfon tadi siang. Dia meminta nomorku untuk alasan jaga – jaga kalau aku berbuat macam – macam dengan Ava.
“Bi,boleh minta tolong ambilkan perban dan obat merah ?” pintaku, bibi meng-iya-kan dan pergi mengambilnya. “Sini,biar aku ganti perban kamu” ucapku pada Ava. Aku melihat darah merembes dari perban yang iya gunakan tadi.
Aku membuka perbannya perlahan2. Lukanya cukup panjang tapi tidak di jahit. Bibi membawakan perban dan obat merah yang aku minta. Dia juga membawa kapas dan anti septik untuk membersihkan lukanya.
“Biar saya aja bi” ucapku.
“Oh ya sudah,bibi tinggal kebelakang dulu ya nak Jerry” ucapnya lalu pergi meninggalkan kami.
Aku membersihkan darah di sekeliling lukanya. Aku tau Ava menahan sakit di lengannya. Tanganku berada di bawah tangan Ava untuk menahan lengannya. Aku dapat merasakan jari – jarinya yang sedikit mencengkram lenganku ketika aku sedang membersihkan lukanya.
“Tahan sebentar ya Va” ucapku yang ingin meneteskan obat merah di lukanya.
Ava menggangguk. Jari – jarinya mencengkram lenganku dengan kuat sambil menggigit bibir bawahnya agak tidak berteriak. Aku merasa Ava sangat cantik ketika seperti ini. Tanpa sadar,aku terus meneteskan obat merah ke lukanya.
“Jer,lu mau bunuh gue ? Sakit tau !” teriaknya yang menyadarkan lamunanku.
“Oh iya,maaf” aku melihat bekas kuku di lenganku. Ava pun melihat bekasnya dan langsung menyengir kearahku. Terkadang tingkahnya sangat lucu,tapi beban yang di tanggungnya seakan menahannya untuk melakukan apa yang ia mau.
Ia menatapku sambil memiringkan kepalanya. Mukaku terasa panas. Kenapa aku bisa segerogi ini ? Lebih baik aku segra menutup lukanya dengan perban.
“Muka lu kenapa merah ? lu takut darah ? kalo gitu kenapa…..”
“E-enggak kok” potongku. Duh,kenapa aku jadi seperti ini. ‘Tenang Jer,jangan panik’ batinku. “Udah nih,tadaa !” ucapku.
“Mm..makasih ya ! gue mau ganti baju dulu” balasnya dan langsung berlari menuju kamarnya.

Ava

‘Kenapa ini ?! kenapa dadaku terasa sesak. Rasanya jantungku ingin mencelus keluar’ batinku. Aku menyentuh wajahku yang terasa panas. Mungkin aku kelelahan saja. Lagipula,mengapa Jerry bisa menatapku seperti itu sih ?! aku hampir terkena serangan jantung rasanya.
Tapi melihatnya seperti itu,aku jadi tidak heran mengapa dia menjadi idola para gadis. Bibir tipisnya yang sedikit terbuka dan peluh membasahi rambut bagian depannya yang jatuh tepat di keningnya. Tangan kekar yang ku cengkram hingga menimbulkan bekas kuku disana. Benar – benar cowok idaman.
“Apa ? cowok idaman ? ngomong apa aku ini ?!” gerutuku sambil melihat bayangan diriku di cermin besar yang berada di kamarku. Aku segera mengganti pakaianku dan kembali menuju ke ruangan tadi. Namun di tengah perjalanan,telfonku berdering dan tertera nomor telfon yang tidak tercantum namanya.
“Halo ?” ucapku.
“Ava,ini gue fraya. Gue kerumah lu sekarang juga ya !”
“Hah ? lu pake nomor siapa ?” tanyaku.
“Oh…ini nomornya Dave,gua gak punya pulsa. Kebetulan dia ada di sini,jadi gue pinjem handphonenya” jawabnya. “Gue udah sampe di gerbang nih. Udah ya,bye !” lanjutnya.
Aku memasukan handphone ku ke saku celanaku dan duduk di sebelah Jerry. Dan betapa terkejutnya aku melihat fraya saat ini.



TO BE CONTINUE ....

Jumat, 03 Juli 2015

ESCAPE

11



Aku saat ini sedang berada di depan gedung yang tidak begitu tinggi namun sangat berkelas. Bangunan yang di dominasi oleh kaca di bagian luarnya menambah kesan mewah yang di timbulkan. Ketika aku memasuki gedung ini bersama Jerry,terlihat dua orang resepsionis yang berada di dekat pintu masuk berdiri dan kami menghampirinya.
“Sore pak,ini berkas – berkasnya” ucap resepsionis itu.
“Makasih Ca,saya pulang dulu” balas Jerry. Kami pun kembali menuju mobil dan sedikit bercakap – cakap mengenai resepsionis yang bernama Echa tadi.
“Kamu mau makan dulu gak Va ?” tanya Jerry.
Aku tidak bisa membohongi perutku yang terasa lapar. Dan akhirnya aku meng-iya-kan ajakannya. Kami tiba di restoran khas Italia yang terletak tidak jauh dari kantornya Jerry. Seorang pelayan menghampiri kami.
“Silahkan,mau pesan apa ?”
“Saya pesan Tortellini dan jus Stroberi” jawabku. Aku melirik Jerry yang masih melihat daftar menu. Jangan – jangan makannya banyak jadi dia lama memesannya.
“Saya pesan Lasagna sama vanilla latte” ucap Jerry.
“Baik,silahkan di tunggu pesanannya,Terima kasih” kemudian pelayan itu meninggalkan kami.
Aku melihat sekelilingku. Restoran ini cukup ramai dan hiasan dindingnya menarik. Suasasna seperti ini mengingatkanku pada saat itu,ketika sepasang mata memperhatikanku.Dan sekarang aku merasakannya kembali. Selama ini aku masih terus bertanya – tanya siapakah dia.
Aku tidak mungkin mencurigai sesisi restoran ini,namun entah kenapa aku merasa sepertinya orang itu tidak jauh dariku. Aku terus menatap sekelilingku,aku menyerah. Aku menatap lurus kedepan dan menemukan jerry yang sedang menikmati vanilla latte-nya. Dan saat itu juga,perasaan ini menghilang.
Aku memandanginya. Rambutnya yang sedikit berantakan,tahi lalat pada telinga kirinya,dan kuku – kuku jarinya yang terpotong rapih. Menurutku dia masuk sebagai salah satu cowok idaman wanita,namun kenapa dia malah memilih denganku. Aku yang bukan cewek feminim dan lagi pula aku masih kelas 2 SMA. Aku punya masa lalu yang berantakan yang ia tidak tahu.
Aku hanya melihat makanan ku sambil sesekali mengaduk – aduknya. Tiba – tiba nafsu makanku menghilang. Jerry melihatku dan menyendok makanan ku yang sama sekali belum ku makan. Aku melotot kearahnya. Makanan di piringnya pun belum habis tapi dia sudah mengambil makananku.
“Masih kurang ? kan lu bisa pesen lagi” ucapku sambil menutupi makanan ku dengan tanganku. Dia tetap mengarahkan garpunya ke piringku.
Dia memandangku lalu tiba – tiba tertawa. “Katanya kamu tadi laper,udah pesen makanan malah gak di makan. Aku kira kamu gak sanggup ngabisin,mangkannya aku bantuin”
“Gue tiba – tiba gak nafsu makan gara – gara liat muka lu,hahaha” ledek ku.
Dia meletakan garpunya dan menatapku lekat – lekat. Wajahnya sedikit di majukan dan mulutnya masih mengunyah makananku. “Ih,ngapain lu ?” tanyaku sambil memundurkan wajahku.
“Aku heran aja,masa sih kamu gak nafsu makan gara – gara liat mukaku ?” jelasnya.
Aku tidak mau memperpanjang ini,aku kemudian menyuapkan makanan ke mulutku dengan lahapnya. Makanan ini treasa sangat enak,mungkin karena aku lapar dan tidak terasa aku sudah menghabiskan setengah porsi makananku. Jerry tertawa sambil memegangi perutnya. Aku mengangkat sebelah alisku.
“Katanya kamu gak nafsu makan,tapi kok makan kamu jadi lahap gitu setelah aku kasih liat mukaku dengan jelas ? hahaha” ledeknya. Wajahku terasa panas,aku ingin sekali melemparkan garpuku kearahnya,namun aku lebih memilih untuk mengabaikannya.
***~***~***~***
*Seminggu kemudian
Mataku masih terasa mengantuk akibat semalam aku begadang nonton film. Hoaam.. rasanya aku tidak ingin sekolah saja hari ini. Lagipula sekolahku sedang sibuk mempersiapkan pentas seni minggu depan. Hanya kelas 12 yang masih aktif belajar,sedangkan kelas 10 dan 11 hanya beberapa pelajaran saja. Apalagi siswa – siswi yang tampil saat pentas seni,termasuk aku.
Aku sudah duduk dengan tenang di bangkuku dan tiba – tiba melihat seseorang berlari ke beberapa siswa lainnya. “Gila ! di gerbang kita ada gerombolan geng motor,untung aja gue selamat” ucapnya sambil ngos – ngosan.
“Eh serius ? mana – mana ?” kemudian mereka menghambur menuju jendela sambil menunjuk – nunjuk.
Aku penasaran. Aku melihat kebawah dan betapa terkejutnya aku ketika mengetahui kalau orang itulah yang muncul di depan sekolahku. Orang yang pernah ku permalukan saat SMP. Gilang. Mau apa dia kesini ? emosiku terpancing ketika dia meludahi area sekolahku seperti yang aku lakukan dulu kepadanya.
Tanpa pikir panjang,aku berlari melewati kerumunan siswa menuju gerbang depan. Aku tiba di depan para siswa yang sedang melihat geng motor tersebut. 3 orang satpam sekolah kami berusaha menahan mereka. Dan saat itu juga Gilang melihatku.
“Nah itu dia orangnya” ucapnya.
Seketika orang – orang dibelakangnya membunyikan motor mereka secara berbarengan. Perkiraanku ada sekitar 6 orang termasuk gilang. Beberapa siswa di belakangku mundur perlahan dan ada juga yang lari. Mau apa lagi mereka ?. Belum cukupkah dia merusak namaku ketika di SMP dulu ?
Aku maju menghampirinya dan seorang satpam menahanku. Dia bilang aku tidak boleh dekat – dekat dengan mereka. Siapa peduli ! “Mau apa lagi kalian kesini ? belum puas pas di SMP dulu ?” dan seketika semua orang disana kaget mendengarnya.
“Hahaha ! lu pikir gue bakal nyerah gitu aja setelah lu ngebuang harga diri gue di depan umum ? GAK AKAN ! kali ini lu bakal dapet balasannya”
Beberapa dari geng motor itu terlibat baku hantam dengan ketiga satpam tersebut. Dan 3 orang lainnya mengahdapiku. Tidak ku sangka,Fraya dan Alvin ada di sebelahku. Aku tidak meragukan mereka karena aku sudah mengetahui kemampuan bela diri mereka.
“Gak masalah kan kalo 3 lawan 3 ?” ledek Alvin.
Tanpa aba – aba,Alvin meninju orang di sebelah gilang. Hal yang sama pun di lakukan oleh Fraya. Gilang menendang kakiku dan menarik rambutku hingga banyak helaian rambutku yang rontok. Aku tidak mau kalah,dengan posisi memunggunginya aku menyikut dengan keras hidungnya sampai mengeluarkan darah.
“COWO IDIOT,NGAPAIN LO PEGANG – PEGANG GUE !” seketika aku menoleh dan mendapati fraya yang sedang menginjak – injak lawannya yang mencengkram kakinya. Aku ingin tertawa melihatnya.
Aku kembali melayangkan tinjuku ke perut lawanku yang masih memegangi matanya akibat ku sikut tadi. Tak mau kalah dengannya,akupun menendang lututnya hingga dia jatuh tersungkur dan wajahnya mengenai ludah yang tadi dia buang sembarangan. Posisi ini sama persis ketika aku berkelahi dengannya 3 tahun yang lalu. Kakiku bertengger dengan manisnya diatas kepala gilang.
Aku terkejut ketika kakinya yang tiba – tiba bergerak untuk menghantamku,namun dengan cepat Alvin menginjak kakinya. “Thanks Vin” ucapku.
“AVA,AWAS !” seseorang berteriak dan ketika aku menoleh,aku medapati orang yang tadi berantem dengan satpam melayangkan pisau kearah. Aku tidak sempat menghindar dan akhirnya pisau itu menggores lenganku yang tertutup seragam.
Noda merah mulai mengotori seragamku. Aku hanya menggigit bibir ku untuk menahan perih. Namun orang yang tadi melayangkan pisau kearahku tiba – tiba terjatuh dan ketika ku lihat di belakangnya. Ternyata ada pak Andi,guru BK sekolahku yang terkenal ramah namun dia akan menjadi sangat galak jika ada yang membuatnya marah.
“Kalian semua jangan ada yang menonton ! cepat masuk ke kelas ! Ava,Fraya dan Alvin,kalian ikut saya ke ruang BK. Biar mereka kami yang urus” ucapnya.
Aku mengikuti pak Andi sambil memegangi lengan kananku. Fraya dan Alvin ada di sebelahku. Wajah mereka terlihat bersalah melihat lenganku. Aku tertawa melihat mereka. “Heh,muka kalian kenapa sih ? biasa aja dong liatnya,hahaha” ledekku.
“Gimana bisa biasa aja sih pas tangan lu berdarah – darah gitu !” jawab Alvin.
“Yaudah,kan yang penting gue gak kenapa – kenapa. Cuma lengan aja mah gapapa”
“Va,rambut lu jadi lebih tipis. Ah gue pengen nangis rasanya kalo ngeliat lu” rengek Fraya.
“Ah,lebay deh. Guys,gue gapapa. Dan maaf ya kalian jadi terlibat,padahal ini harusnya jadi urusan gue” ucapku. Mereka berdua mengangguk dan kami telah sampai di ruang BK.
Dia hanya memberikan pertanyaan yang biasa di berikan kepada orang – orang yang pernah berurusan dengan BK. Setelah beberapa pertanyaan,dia memperbolehkan kami kembali ke kelas. Fraya membawaku ke UKS dan anggota PMR yang bertugas di UKS mengobati lukaku.

Aku masih memikirkan alasan jika saat puang nanti Jerry bertanya tentang lenganku. Aku tidak mau dia mengadukannya kepada orang tuaku. Karena kelelahan,aku tertidur di UKS.


TO BE CONTINUE ....

Minggu, 21 Juni 2015

ESCAPE

10


Aku memelototi fraya yang seenaknya bicara. Sial ! seharusnya aku sudah melupakan semua itu. Semua masa – masa kelamku ketika semua orang memandang ku sebagai mesin penghancur yang harus di hindari. Ketika aku kelas 2 SMP,aku termasuk dalam daftar teratas blacklist di sekolahku dulu.


“Wiiiss,kalo mau lewat lo mesti bayar dulu sama gue” ucap anak itu dan satu rekannya yang lain mencegat ku di belakangku. Kalau tidak salah mereka adalah anggota geng preman di kelas 3.
“Gak ! awas gue mau lewat !” ucapku dengan nada sedikit tinggi.
“Lu harus bayar dulu ke kita,ngerti gak !” ucap orang di belakangku sambil mendorongku. Aku berusaha menahan emosiku.
“Sorry,gue lagi gak mau berantem” balasku sambil berusaha menghindar dari mereka.
“Berantem ? coba aja kalo berani” ucap orang di depanku sambil menaik tas ku dan membuangnya ke sembarang arah. Aku tidak dapat menahan emosiku lagi. Aku pun menarik kemejanya sampai beberapa kancingnya terlepas lalu meninjunya hingga membuat ia mimisan.
Rekannya pun menyerangku dengan sebongkah kayu yang meleset dan akhirnya mengenai wajahnya sendiri. Aku tidak ingin memperpanjang masalah ini dan lebih memilih untuk segera pergi setelah mengambil tasku.
Keesokan harinya,aku tidak menyangka kalau ketua geng tresebut yang akan berhadapan denganku di lapangan sekolah. Yang ku ketahui namanya adalah gilang. Dia ingin membalas kejadian yang terjadi kepada kedua anggota gengnya. Aku tau,dia bermaksud mempermalukanku di depan semua orang jika aku kalah bertarung dengannya.
Dia menendang perutku. Keuntungan masih berpihak kepadaku karena aku yang sedang berseragam orahraga sehingga mempermudahku untuk melakukan beberapa pukulan dan tendangan. Dia menatapku penuh kemenangan. ‘cih ! lihat saja nanti !’ aku menahan sakit dan meninju hidungnya hingga mengeluarkan darah. Aku menggunakan kesempatan saat ia memegangi hidungnya dengan menendang lututnya dan akhirnya ia jatuh tersungkur.
Siswa lain hanya diam melihat kami karena mereka semua tidak berani ikut campur. Dan saat itu juga aku menendang kepalanya hingga wajahnya menyentuh tanah. Ia berbalik dan memegang kaki kananku. Namun ia tidak bsa mengindar ketika kaki kiriku menghantam mulutnya dan seperti terdengar sesuatu yang patah disana. Kejadian itu membuat para siswi menjerit,ada juga siswa yang bersorak penuh kemenangan ketika ada yang berhasih membuat ketua preman kalah.
“Baru segitu aja udah pingsan ! mana yang katanya lo ketua preman ! cih !” aku membuang ludahku ke mukanya sebelum dia pingsan. Tiba – tiba para guru datang dan menyeretku ke ruang BK. Aku tidak membela diriu sama sekali ketika semua guru membawaku ke ruang BK. Aku yang saat itu sedang kalut dengan emosi memilih diam dan akhirnya aku di skors selama 1 minggu.


Aku sadar dari lamunanku dan segera menghabiskan jus ku. Kenangan itu kembali berputar di kepalaku. Ketika aku tidak memiliki seorang temanpun kecuali fraya. Itu pun fraya berbeda sekolah dengan ku. Namun keadaannnya sedikit membaik ketika aku SMA dan satu sekolah lagi dengan fraya. Ia sering kali membuyarkan amarahku dan membuatku kembali tertawa.
Jerry masih menaikan sebelah alisnya seperti meminta penjelasan tentang perkataan fraya barusan. “Kamu pernah berantem va ?” tanyanya.
“Ya pernah lah ! dia itu dulu…..”
“Enggak kok,itu mah si fraya aja yang kebanyakan mengkhayal” untung saja aku memotong perkataan fraya sebelum jerry mendengar semuanya. Cukup sudah,aku tidak ingin menginggatnya.
***~***~***~***
Pagi ini aku sudah bersiap kesekolah dan sedang menyantap sarapanku di ruang makan sampai jerry datang untuk menjemputku. Aku menenggak minumanku dan pamit pada bibi. Aku duduk di sebelah jerry yang sedang mengemudi. Ketika mobil yang ku tumpangi sudah pergi beberapa meter dari rumah ku,aku baru ingat kalau aku belum memberi tahu sekolahku.
“Jer,lu tau sekolah gue ?” tanyaku.
“Tau kok,tante kaira udah kasih tau aku” jawabnya sambil tetap melihat kedepan. “Kamu nanti pulang jam berapa ?” ucapnya.
“Jam 3,gue ekskul dulu”. Tak begitu lama,mobil ini memasuki gerbang sekolahku. “Thank you jer” ucapku lalu turun dari mobil dan langsung menuju kelas. Kelasku yang terletak di lantai 3 dapat memudahkanku untuk melihat keluar jendela.
Dari sini aku dapat melihat segerombolan orang yang mengendarai motor berhenti di depan sekolahku. Dan sepertinya aku mengenal salah satu dari mereka. Aku tidak mempercayai pandanganku,dia adalah ketua geng yang berkelahi dengan ku saat SMP dulu. ‘Mau apa dia disni’  batinku.
“HOII !” teriak seseorang di telingaku. Aku refleks membalikan badanku dan meninju perutnya hingga dia meringis kesakitan. “Ava ! lu gila ya temen sendiri aja lu tonjok gini. Gimana nanti kalo sarapan gue keluar semua ?” balasnya sambil tetap memegangi perutnya.
Ini dia satu lagi temanku disini. Namanya Alvin Naftali,usianya 1 tahun lebih tua dariku. Dia adalah ketua tim basket di sekolahku. Prestasinya yang bagus di bidang akademik dan olahraga serta wajahnya yang lumayan membuatnya sebagai cowo idola di sekolahku. Tapi jangan kalian sangka aku yang mendekatinya duluan,justru malah dia yang sering menggangu ku sejak kelas 1 SMA. Alhasil,bayak fans nya yang melihatku tidak senang.
“Mau apa sih lu pagi – pagi gini ? masih kurang tinju gue ?” ucapku sambil duduk kembali di bangkuku.
“Gapapa,mau main aja ke tempat lu. By the way katanya lu sakit ya sampe gak masuk gitu ?” tanyanya sok perhatian sambil memegang dahiku. Cih !
“Heh ! sono lu vin,gue lagi males di liatin sama fans – fans lu pagi – pagi gini” ucapku sambil mendorong punggungnya. Saat aku berusaha menyingkirkanya,aku melihat sepasang mata yang melihat sedih ke arah kami. Bukan kan dia siswi yang di skors waktu itu ? kenapa dia ? apa jangan – jangan dia juga tersamsuk salah satu fans si Alvin ini ?
“Hahaha,iyaudah. Nanti istirahat gue traktir bakmie deh di kantin. Gimana ?” tawarnya.
“Terserah lu deh,jangan lupa sama temen gue yang satu itu ya” ucapku sambil menunjuk fraya yang mendekat kearah kami.  Alvin mengacungkan jempol tanda setuju. Bel masuk berbunyi dan kami kembali belajar di kelas seperti biasa.
***~***~***~***
Aku meningalkan kelas ku dan langsung menuju ruang musik. 2 minggu lagi sekolahku mengadakan pentas seni dan aku diminta untuk mengisi acara tersebut sebagai pemain piano dan membawakan lagu Jessie j yang berjudul Flashlight. Aku tidak sendirian tentunya. Fraya pun ikut ambil bagian sebagai pemain biola.
Dan yang ku ketahui ada orang yang akan menyanyi juga,tapi kami belum di beri tahu siapa. Ketika aku sampai di ruang musik,seluruh anggota klub ini sudah berkumpul. Mungkin mereka sedang menungguku.
“Baik,semuanya sudah berkumpul disini. Saya akan melanjutan rapat kita yang kemarin,oh iyaa khususnya untuk ava dan fraya” ucap kak jonathan. Dia adalah ketua klub ini. “Saya akan perkenalkan anggota baru kita” kemudian dia menunjuk seseorang yang wajahnya sudah ku kenali.
“Perkenalkan,nama saya Ryou Yuki Elena dan kalian bisa panggil saya Yuki” ucapnya. “Saya kelas 11 B ipa” lanjutnya.
“Oke,cukup sekian perkenalannya,kamu boleh duduk kembali yuki. Kalian yang mau berkenalan atau minta nomor telefon nanti aja ya” jelas kak jo sambil tertawa. “Sekarang,kalian latihan sesuai dengan apa yang kita bicarakan kemarin. Saya ada urusan mendadak,jadi gak bisa ada disini. Good luck ya semua”
Aku langsung mendekatkan kursiku ke fraya,cukup mudah karena kursi ini memiliki roda di bawahnya. “Fra,lu masih kenal dia kan ?” bisikku sambil menujuk sembunyi – sembunyi ke arah yuki.
“Iya inget,kenapa ?”
“Gak nyangka ya,sekolah ini sempit banget sampe harus ketemu dia lagi” balasku sambil tertawa.
“Udah ah,yuk latihan” ucapnya sambil menyeretku ke piano. Dia mengeluarkan biola dari dala tasnya. Dia juga memanggil yuki untuk berlatih dengan kami.
***~***~***~***
“Yuk pulang” ajak fraya.
“Sorry fra,gue udah di jemput. Lain kali ya !” ucapku. Fraya mengangguk dan langsung menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah ini.
Sedangkan aku masuk ke dalam mobil yang menjemputku. Seperti yang ku katakan waktu itu,jerry menjemputku hari ini. Dia memakai setelan kemeja resmi yang lengkap dengan dasi. Lengan kemejanya di gulung sampai siku dan membuat otot di tangannya yang lebih besar dari tanganku terlihat. Ketika aku memakai sabuk pengamanku,jerry baru saja selesai berbicara dengan seseorang di telfon.
“Va,kayaknya kita mesti ke kantor ku dulu deh. Ada yang ketinggalan soalnya. Gapapa kan ?” tanyanya.
“Terserah,yang penting gue nyampe rumah dengan selamat” jawabku.

TO BE CONTINUE....