Minggu, 20 November 2016

CERITA PENDEK (CERPEN)

Menunggumu

“Kayana ? kamu udah sadar ?”
Samar – samar aku mendengar suara orang disekitarku. Rasanya dingin dan sakit sekali. Seluruh tubuhku hampir tidak bisa kurasakan sama sekali. Perlahan aku membuka mataku, mencari keberadaan pemilik suara yang sedaritadi aku dengar. Berdiri dengan mata sembab dan wajah tanpa ulasan make up sedikitpun di wajahnya. Ditemani seorang pria yang sosoknya sangat aku kenal. Ayah dan Ibuku.
Aku tidak dapat menahan air mataku. Rasa bahagia yang dapat mengalahkan seluruh rasa sakitku ketika aku melihat mereka. Namun tidak berselang lama, kepalaku terasa seperti tertusuk ribuan jarum. Aku berteriak karena sudah tidak tahan merasakannya. Dan kesadaran ku pun kembali memudar.
“Suster, tolong suntikan obat penenang dan amankan infus di tangannya” seru seorang laki – laki.
Aku merasakan ada benda yang menembus kulit lengan kanan ku dan ada tangan lainnya yang memegangi lengan kiri ku. Kemudian rasa sakit itu perlahan – lahan menghilang seiring dengan hilangnya kesadaran ku lagi.

***~***~***~***~***

Satu minggu berlalu sudah. Kini aku kembali menjalankan aktifitasku seperti biasanya. “Mah, aku berangkat dulu ya” ucapku sambil mencium tangan ibuku.
“Bekalnya jangan lupa dimakan ya Kay, langsung pulang kerumah kalo udah gak ada kegiatan yang penting – penting banget” balasnya
“Iya Mah, Daahh”. Aku  berlari ke garasi dan langsung menduduki bangku depan mobilku. “Ayo pah berangkat” ucapku pada ayahku yang sudah siap di kursi pengemudi. Sepanjang perjalanan ke sekolah, aku membuka grup chat kelasku. Ada 999+ pesan yang belum terbaca. Seperti biasa, mereka selalu membahas PR dan menggosip.
Aku juga banyak mendapat pesan seperti “Cepat sembuh yaa”. Ku baca satu persatu dan “AH !”. Aku spontan berteriak dalam hati karena kaget ketika ada nama orang yang ku sukai di layar ponsel ku. “Get Well Soon kay” isi pesannya.
Tanpa aku sadari, aku senyum – senyum sendiri daritadi. Buru – buru ku pasang wajah ku sebiasa mungkin supaya ayah ku tidak curiga. Tumben sekali dia nge-Chat aku. Diakan cowok yang super dingin. Daripada disebut cowok, dia lebih pantas di sebut Arca. Patung batu yang dingin dan selalu diam namun indah.
Aku tiba disekolahku tanpa memakan waktu yang lama. Aku berpamitan dengan ayahku. Rasanya seperti sudah lama sekali aku tidak melihat tempat ini. Bagi sebagian orang, sekolah adalah tempat yang membosankan. Namun bagiku, sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
Bukan maksudku aku suka berlama – lama belajar di kelas, tapi di sekolah ini aku bisa melihat seseorang yang selalu membuat jantung ku berdegup lebih kencang. Aku sudah menyukainya semenjak awal masuk SMA. Aku tidak tau apa yang menyebabkan ku bisa suka padanya. Dia adalah teman sekelas ku dari kelas 10 hingga sekarang aku berada di kelas 11.
Aku menelusuri koridor menuju kelasku. Tidak banyak yang berubah, hanya mading – mading yang berganti setiap minggu nya. Aku memasuki kelas dan pandangan ku langsung tertuju pada kursi di bagian belakang. Duduklah seorang laki – laki yang sedang memainkan smartphone nya. Tiba – tiba saja dia melihat ku dan pandangan kami saling bertemu.
Aku langsung mengalihkan pandangan kearah teman – temanku yang lain. Ahh, rasanya jantung ku mau copot karena pagi – pagi sudah bertatapan dengan nya. Aku pun langsung mengahpiri teman se-bangku ku dan duduk disebelahnya. “Pagi Ran, udah lama gue gak ngeliat lu” sapa ku pada Rani.
“Hahaha,iya. Gue kesepian kay gak ada lu” ucapnya.
“Halah, gamungkin orang kayak lu kesepian di kelas seberisik ini Ran” balasku. Sementara kami berbincang – bincang, tatapan ku terus terarah ke tempatnya. Rio.
Satu tahun sudah belalu semenjak awal masuk SMA yang berarti satu tahun sudah berlalu pula semenjak awal aku menyukainya. Satu tahun aku selalu mengaguminya diam – diam. Aku yang tidak pernah mengerti dengan sikapnya yang sangat dingin kepada semua orang, termasuk aku.
“Kay, lu ngelamunin apa sih ?” tegur rani.
“Hah ? ehh enggak, bukan apa – apa kok”
“Oh Rio ya ? gue heran, kenapa sih lu bisa suka sama cowok kayak dia. Udah lah, emang lu gak cape apah setahun cuma nunggu dia doang ?” ucapnya
“Gak tau Ran, kenapa gua bisa suka sama Rio. Kadang gua juga mikir kayak gitu Ran. Apa gua nyerah aja ya ?” balasku.
“Gini ya Kay, gua sih sebagai sahabat lu gak ngelarang lu buat suka sama dia. Cuma mending lu coba buka hati lu buat orang lain. Lu mungkin gak sadar kalo selama ini ada orang yang suka sama lu”
“Ah ngomong apa sih lu Ran, jangan ngaco deh”
“Kan, keras kepala banget sih jadi orang” balas Rani sambil menjitak pelan kepala ku.
Sebenarnya aku tau siapa orang yang di maksudkan Rani. Dia adalah kakak kelas kami, Dimas namanya. Namun aku hanya menganggapnya sebagai kaka ku. Aku menyadari ada yang berbeda dari sikapnya terhadapku.
Selama jam pelajaran berlangsung, aku hanya memikirkan perkataan Rani. Apa sebaiknya aku membuka hatiku untuk Dimas saja ?

***~***~***~***~***

“Kay, pulang bareng yuk” ucap seseorang dari belakangku.
“Eh Dimas ? sorry dim, gua ada kerja kelompok hari ini” ah,benar saja, itu suara Dimas.
“Oh yaudah kalo gitu, gimana kalo gua nganterin lu kerja kelompok aja. Tapi temenin gua makan dulu ya ke café baru yang deket sekolah. Gapapa kan kay ? gue traktir deh” ucapnya.
“Yeh bilang aja dari awal kalo lu minta di temenin makan”
“Hehehe, kan gua basa basi dulu Kay, gimana ?”
“Yaudah ayo”
Aku dan Dimas pergi menggunakan motor Ninja hitam miliknya yang selalu ia gunakan kemana – mana. Kami pun langsung melesat meninggalkan sekolah. Angin menyebarkan aroma rambut Dimas yang wangi. Sepanjang perjalanan pun aku terus memikirkan kata – kata Rani barusan.
Apa aku menyerah saja ? apa sebaiknya aku membuka hatiku untuk Dimas saja ? ah sudah lah. Aku jadi tidak mood ke café. “Dim, perut gua tiba – tiba gaenak banget. Kita langsung kerumah temen gua aja ya ?” ajakku.
“Lu kenapa Kay ? sakit lagi ? Pulang aja deh mendigan” ucapnya.
“Nggak, gue gak apa – apa. Cuma tiba – tiba gak mood ke café aja”
“Oh gitu ? yaudah. Gua mesti anterin kerumah temen lu yang mana nih ?” Tanya Dimas
“Kerumah Rani Dim, maaf banget ya Dim. Kapan – kapan deh gue janji temenin lu”
“Iya Kay, santai aja” balasnya.

***~***~***~***~***


“Dim, thanks ya. Maaf nih jadi ngerepotin lu” Ucapku setelah sampai dirumah Rani.
“Gapapa Kay. Nanti lu pulang jam berapa ? Kabarin gua ya, biar nanti gua jemput”
“Iya, nanti gua chat kalo udah selesai kerja kelompoknya. Dah ya Dim, gua masuk dulu” ucapku.
“Oke” jawabnya. Kemudian motornya melesat dengan cepat kearah semula. Aku menoleh ke arah pintu rumah Rani dan ada Rio berdiri menatap ku di depan pintu. Aku tidak tau harus berbuat apa. Akhirnya aku melambaikan tangan ke arahnya.
Namun, bukan lambaian balik yang kudapatkan. Ia malah berbalik badan dan langsung berjalan meninggalkan tempatnya menuju dalam rumah Rani. “Dasar arca ! dingin banget sih ! kenapa coba gue bisa suka sama makhluk kayak lu !”
Aku menunduk untuk melepaskan sepatuku sambil tetap ngedumel. Dan betapa kaget nya aku. Ketika aku bangun, Rio berdiri tepat di hadapan ku. Celaka aku kalau sampai dia dengar ucapan ku daritadi. Bisa hancur harga diri ku. Dia menatap ku dengan heran sambil memegang gelas minumannya. Gawat, wajah ku terasa panas di tatap seperti ini.
Ah aku rasa dia sudah mendengar semuanya. Aku pun mengalihkan pandangan ku. Kalau dia mendengar perkataan ku barusan, harusnya dia merespon ku jika dia juga menyukai ku. Tapi kenyataan nya, dia tetap tak berkata sepatah katapun. Aku pun berjalan melewati nya. Tak lama kemudian, dia pun menyusul masuk dan kami menjalani kerja kelompok seperti biasanya. Hanya saja rasa canggung masih menyelimutiku akibat kepergok tadi. Rio pun masih tidak berkomentar apa – apa. Dia masih sibuk dengan laptop nya. Entah apa yang ia kerjakan, aku sudah tidak peduli lagi.
Jam 8 malam kami selesai kerja kelompok dan hanya aku yang tersisa di rumah Rani.
“Kay, lu pulang sama siapa ?” Tanya Rani.
“Gua nanti dijemput sama Dimas. Tadi dia nawarin diri mau jemput gua soalnya” jawabku jujur.
“Kay, soal Dimas….”
“Kayaknya gua nyerah aja deh Ran sama Rio” ucapku memotong perkataan Rani.
“Ha ? seriusan ? kenapa ?” Tanya nya
“Kenapa apanya ? bukannya tadi lu sendiri yang bilang dan nyuruh gua membuka hati buat orang lain ?” jawabku.
“Iya sih kay, Cuma ya tumben – tumbenan aja. Lu kan dari dulu selalu keras kepala, apalagi kalo dibilangin tentang Rio”
Omongan Rani terputus karena kami mendengar suara motor yang lumayan keras di malam hari seperti ini. Itu pasti suara motor Dimas. Aku bergegas pamit untuk pulang.Orang tua Rani sedang berada di luar kota, jadi aku langsung keluar dan memakali sepatuku. Aku menghampiri Dimas dan langsung duduk di belakangnya.
“Kay, lu udah makan belom ?” Tanya nya.
“Belom. Kenapa ?” aku bertanya balik. Tumben sekali dia.
“Kita makan dulu yuk, sekalian ada yang mau gua omongin” jawabnya.
Kami pun pergi menuju sebuah café yang lumayan jauh dari rumah ku. Kami berdua memesan nasi goring dan jus jeruk. Pandangan ku menyapu sekelilling café ini. Suasana nya romantis dan banyak pasangan – pasangan muda yang makan disini. Jus jeruk pesanan kami pun sampai duluan. Aku segera meminum minuman ku.
“Kayana” panggilnya.
“Ya ?”
Dimas meraih tangan ku dan menggenggam nya. Aku yang merasa kaget pun sontak menarik tangan ku. Namun Dimas menggenggamnya erat. Aku pun diam dan mata kami saling bertatapan.
“Kayana Putri”
“Kenapa sih Dim ?”
“Gua jatuh cinta sama seorang Kayana Putri. Gua jatuh cinta sama senyumnya, tatapannya, dan hatinya. Kayana selalu jadi seorang Putri di hati gua.” Ucapnya. “Kay, maukah lu menerima seorang Dimas yang jauh dari kata sempurna ini untuk jadi pangeran lu ?”
Aku terdiam. Mulut ku tak bisa berkata apa – apa.
“Kay ? kata – kata gua susah di pahami ya ?” ucapnya.
“Hah ? lu gak salah Dim ?” tanyaku.
“Enggak Kay. Gua bener – bener suka sama lu. Mau gak lu jadi pacar gua ?” jelasnya.
Aku menarik nafas panjang kemudian tersenyum kepada Dimas. Aku rasa aku memang sudah harus melupakan Rio. Aku menganggukan kepala ku tanda menyetujui nya. Dimas pun tersenyum kearah ku dan pada hari itu, kami sudah resmi berpacaran.
***~***~***~***~***
“APA ?! OMG Kayana ! Lu serius udah jadian sama Dimas ?!”
“Sst, bawel banget sih” gara – gara ulah Rani, kelasku jadi tau. Termasuk Rio. Oh iya Rio, aku mau tau respon nya. Aku melirik ke meja Rio, ia sempat melihat ku dan kemudian memainkan smartpone nya kembali. Sudah ku duga, dia tidak akan  peduli sedikipun. Ini saatnya aku move on dari nya.
Rio memasukan ponselnya kedalam kantong celana nya dan bangun dari tempat duduknya. Dia berjalan kearah depan dan kemudian berjalan ke arah tempat duduk ku. Ah paling dia mau nyamperin temannya yang duduk di dekat ku.
“Kay, ikut gue bentar” Ucap Rio yang tiba – tiba menarik tangan ku
Aku kaget dan menurut saja, ini baru pertama kalinya Rio memegang tangan ku. Rasa deg – degan itu masih ada. Padahal sudah 2 minggu lebih aku menjalani hubungan dengan Dimas. Ia membawaku keluar kelas menuju tempat yang sepi.
“Rio lepasin. Lu mau ngapain ?” ucapku sambil berusaha melepaskan genggamannya.
Rio membanting pelan tubuh ku ke dinding. Tangan nya masih menggenggam tangan ku. Ia menatapku dengan lembut. Entah kenapa aku rasanya tidak bisa melawan. Ia mendekatkan wajahnya ke arah ku.
“Kayana, lu beneran suka sama gua ?” Tanya nya.
Aku pun terkejut karena ia tiba – tiba saja menanyakan pertanyaan tersebut. Aku diam saja, aku tidak mampu mengeluarkan kata – kata sedikitpun.
“Kay, jawab gua kay” ucapnya. “Gua tau selama ini lu suka sama gua. waktu dirumah Rani, Gue denger semuanya. Tapi kenapa sekarang lu malah jadian sama Dimas ?”
“IYA ! Gue emang suka sama lu dari setahun yang lalu ! Gua cape nunggu lu yang selalu cuek ! gua cape Rio, cape !” aku tidak dapat menahan air mataku.
“Dan sekarang lu udah bisa move on dari gua ? sekarang lu udah bisa suka sama Dimas seperti lu suka sama gua ?”
“Kenapa lu nanya itu ? itu urusan gue !” bentak  ku.
“Jawab gua kay”
“Kenapa lu mesti nanyain itu ?” tanyaku sambil terus meneteskan air mataku.
“Karena gua suka sama lu kay. Gua suka sama lu semenjak setahun lalu”
Aku terdiam, perasaan senang bercampur sedih dan marah menjadi satu. Tangis ku makin menjadi jadi. “Tapi kenapa lu secuek itu ? lu bahkan keliatan gak peduli sama sekali sama gua !”
“Gua gatau apa yang harus gua lakuin. Gua cuma bisa diem dan nahan sakit pas liat lu sama Dimas kay” jawabnya.
“Terus sekarang lu mau apa ?  lu mau nyuruh gua putusin Dimas ? ha ?”
“Enggak kay, lu tenang aja” ucapnya sambil tersenyum. “Gua bakal nunggu lu, sama kayak lu nunggu gua waktu itu. Lu bisa dateng ke gua kapan aja lu mau kay. Dan maafin gua selama ini yang gak pernah bisa berbuat apa – apa”
“Rio…” aku langsung memeluknya erat – erat. Aku menangis di pundaknya. Melepaskan semua beban yang selama ini aku rasakan.
“Kay” Rio melepaskan pelukannya dan mengusap air mata di pipiku. “Gua gak akan ngerusak hubungan lu sama Dimas. Dan satu hal yang pasti, Gua bakal tetep menunggu lu kay”
Rio memeluk ku dengan lembut. Pada akirnya cinta ku tidak bertepuk sebelah tangan, namun tidak berakhir dengan indah juga. Cinta itu menghampiri ku di saat yang tidak tepat. Seandainya aku bisa bersabar sedikit lagi untuk menunggu nya. Namun aku memperlajari banyak hal, aku tidak harus selalu menunggu. Aku bisa mengejarnya. Tapi bukan sekarang, aku tidak ingin menyakiti hati siapapun juga.

Aku akan tetap mencintai mu dalam diam. Aku akan menunggu waktu yang akan menyatukan kita. Rio, aku menunggu mu …..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar