Menunggumu
“Kayana ? kamu udah sadar ?”
Samar – samar aku
mendengar suara orang disekitarku. Rasanya dingin dan sakit sekali. Seluruh
tubuhku hampir tidak bisa kurasakan sama sekali. Perlahan aku membuka mataku,
mencari keberadaan pemilik suara yang sedaritadi aku dengar. Berdiri dengan
mata sembab dan wajah tanpa ulasan make up sedikitpun di wajahnya. Ditemani
seorang pria yang sosoknya sangat aku kenal. Ayah dan Ibuku.
Aku tidak dapat menahan
air mataku. Rasa bahagia yang dapat mengalahkan seluruh rasa sakitku ketika aku
melihat mereka. Namun tidak berselang lama, kepalaku terasa seperti tertusuk
ribuan jarum. Aku berteriak karena sudah tidak tahan merasakannya. Dan
kesadaran ku pun kembali memudar.
“Suster, tolong
suntikan obat penenang dan amankan infus di tangannya” seru seorang laki –
laki.
Aku merasakan ada benda
yang menembus kulit lengan kanan ku dan ada tangan lainnya yang memegangi
lengan kiri ku. Kemudian rasa sakit itu perlahan – lahan menghilang seiring
dengan hilangnya kesadaran ku lagi.
***~***~***~***~***
Satu minggu berlalu
sudah. Kini aku kembali menjalankan aktifitasku seperti biasanya. “Mah, aku
berangkat dulu ya” ucapku sambil mencium tangan ibuku.
“Bekalnya jangan lupa
dimakan ya Kay, langsung pulang kerumah kalo udah gak ada kegiatan yang penting
– penting banget” balasnya
“Iya Mah, Daahh”. Aku berlari ke garasi dan langsung menduduki
bangku depan mobilku. “Ayo pah berangkat” ucapku pada ayahku yang sudah siap di
kursi pengemudi. Sepanjang perjalanan ke sekolah, aku membuka grup chat
kelasku. Ada 999+ pesan yang belum terbaca. Seperti biasa, mereka selalu
membahas PR dan menggosip.
Aku juga banyak
mendapat pesan seperti “Cepat sembuh yaa”. Ku baca satu persatu dan “AH !”. Aku
spontan berteriak dalam hati karena kaget ketika ada nama orang yang ku sukai
di layar ponsel ku. “Get Well Soon kay” isi pesannya.
Tanpa aku sadari, aku
senyum – senyum sendiri daritadi. Buru – buru ku pasang wajah ku sebiasa
mungkin supaya ayah ku tidak curiga. Tumben sekali dia nge-Chat aku. Diakan cowok
yang super dingin. Daripada disebut cowok, dia lebih pantas di sebut Arca.
Patung batu yang dingin dan selalu diam namun indah.
Aku tiba disekolahku
tanpa memakan waktu yang lama. Aku berpamitan dengan ayahku. Rasanya seperti
sudah lama sekali aku tidak melihat tempat ini. Bagi sebagian orang, sekolah
adalah tempat yang membosankan. Namun bagiku, sekolah adalah tempat yang
menyenangkan.
Bukan maksudku aku suka
berlama – lama belajar di kelas, tapi di sekolah ini aku bisa melihat seseorang
yang selalu membuat jantung ku berdegup lebih kencang. Aku sudah menyukainya
semenjak awal masuk SMA. Aku tidak tau apa yang menyebabkan ku bisa suka
padanya. Dia adalah teman sekelas ku dari kelas 10 hingga sekarang aku berada
di kelas 11.
Aku menelusuri koridor
menuju kelasku. Tidak banyak yang berubah, hanya mading – mading yang berganti
setiap minggu nya. Aku memasuki kelas dan pandangan ku langsung tertuju pada
kursi di bagian belakang. Duduklah seorang laki – laki yang sedang memainkan
smartphone nya. Tiba – tiba saja dia melihat ku dan pandangan kami saling
bertemu.
Aku langsung
mengalihkan pandangan kearah teman – temanku yang lain. Ahh, rasanya jantung ku
mau copot karena pagi – pagi sudah bertatapan dengan nya. Aku pun langsung
mengahpiri teman se-bangku ku dan duduk disebelahnya. “Pagi Ran, udah lama gue
gak ngeliat lu” sapa ku pada Rani.
“Hahaha,iya. Gue kesepian
kay gak ada lu” ucapnya.
“Halah, gamungkin orang
kayak lu kesepian di kelas seberisik ini Ran” balasku. Sementara kami
berbincang – bincang, tatapan ku terus terarah ke tempatnya. Rio.
Satu tahun sudah belalu
semenjak awal masuk SMA yang berarti satu tahun sudah berlalu pula semenjak
awal aku menyukainya. Satu tahun aku selalu mengaguminya diam – diam. Aku yang
tidak pernah mengerti dengan sikapnya yang sangat dingin kepada semua orang,
termasuk aku.
“Kay, lu ngelamunin apa
sih ?” tegur rani.
“Hah ? ehh enggak,
bukan apa – apa kok”
“Oh Rio ya ? gue heran,
kenapa sih lu bisa suka sama cowok kayak dia. Udah lah, emang lu gak cape apah
setahun cuma nunggu dia doang ?” ucapnya
“Gak tau Ran, kenapa
gua bisa suka sama Rio. Kadang gua juga mikir kayak gitu Ran. Apa gua nyerah
aja ya ?” balasku.
“Gini ya Kay, gua sih
sebagai sahabat lu gak ngelarang lu buat suka sama dia. Cuma mending lu coba
buka hati lu buat orang lain. Lu mungkin gak sadar kalo selama ini ada orang
yang suka sama lu”
“Ah ngomong apa sih lu
Ran, jangan ngaco deh”
“Kan, keras kepala
banget sih jadi orang” balas Rani sambil menjitak pelan kepala ku.
Sebenarnya aku tau
siapa orang yang di maksudkan Rani. Dia adalah kakak kelas kami, Dimas namanya.
Namun aku hanya menganggapnya sebagai kaka ku. Aku menyadari ada yang berbeda
dari sikapnya terhadapku.
Selama jam pelajaran
berlangsung, aku hanya memikirkan perkataan Rani. Apa sebaiknya aku membuka
hatiku untuk Dimas saja ?
***~***~***~***~***
“Kay, pulang bareng yuk”
ucap seseorang dari belakangku.
“Eh Dimas ? sorry dim,
gua ada kerja kelompok hari ini” ah,benar saja, itu suara Dimas.
“Oh yaudah kalo gitu,
gimana kalo gua nganterin lu kerja kelompok aja. Tapi temenin gua makan dulu ya
ke café baru yang deket sekolah. Gapapa kan kay ? gue traktir deh” ucapnya.
“Yeh bilang aja dari
awal kalo lu minta di temenin makan”
“Hehehe, kan gua basa
basi dulu Kay, gimana ?”
“Yaudah ayo”
Aku dan Dimas pergi
menggunakan motor Ninja hitam miliknya yang selalu ia gunakan kemana – mana. Kami
pun langsung melesat meninggalkan sekolah. Angin menyebarkan aroma rambut Dimas
yang wangi. Sepanjang perjalanan pun aku terus memikirkan kata – kata Rani
barusan.
Apa aku menyerah saja ?
apa sebaiknya aku membuka hatiku untuk Dimas saja ? ah sudah lah. Aku jadi
tidak mood ke café. “Dim, perut gua tiba – tiba gaenak banget. Kita langsung
kerumah temen gua aja ya ?” ajakku.
“Lu kenapa Kay ? sakit
lagi ? Pulang aja deh mendigan” ucapnya.
“Nggak, gue gak apa –
apa. Cuma tiba – tiba gak mood ke café aja”
“Oh gitu ? yaudah. Gua mesti
anterin kerumah temen lu yang mana nih ?” Tanya Dimas
“Kerumah Rani Dim, maaf
banget ya Dim. Kapan – kapan deh gue janji temenin lu”
“Iya Kay, santai aja”
balasnya.
***~***~***~***~***
“Dim, thanks ya. Maaf nih
jadi ngerepotin lu” Ucapku setelah sampai dirumah Rani.
“Gapapa Kay. Nanti lu
pulang jam berapa ? Kabarin gua ya, biar nanti gua jemput”
“Iya, nanti gua chat
kalo udah selesai kerja kelompoknya. Dah ya Dim, gua masuk dulu” ucapku.
“Oke” jawabnya. Kemudian
motornya melesat dengan cepat kearah semula. Aku menoleh ke arah pintu rumah
Rani dan ada Rio berdiri menatap ku di depan pintu. Aku tidak tau harus berbuat
apa. Akhirnya aku melambaikan tangan ke arahnya.
Namun, bukan lambaian
balik yang kudapatkan. Ia malah berbalik badan dan langsung berjalan
meninggalkan tempatnya menuju dalam rumah Rani. “Dasar arca ! dingin banget sih
! kenapa coba gue bisa suka sama makhluk kayak lu !”
Aku menunduk untuk
melepaskan sepatuku sambil tetap ngedumel. Dan betapa kaget nya aku. Ketika aku
bangun, Rio berdiri tepat di hadapan ku. Celaka aku kalau sampai dia dengar ucapan
ku daritadi. Bisa hancur harga diri ku. Dia menatap ku dengan heran sambil
memegang gelas minumannya. Gawat, wajah ku terasa panas di tatap seperti ini.
Ah aku rasa dia sudah
mendengar semuanya. Aku pun mengalihkan pandangan ku. Kalau dia mendengar
perkataan ku barusan, harusnya dia merespon ku jika dia juga menyukai ku. Tapi kenyataan
nya, dia tetap tak berkata sepatah katapun. Aku pun berjalan melewati nya. Tak lama
kemudian, dia pun menyusul masuk dan kami menjalani kerja kelompok seperti
biasanya. Hanya saja rasa canggung masih menyelimutiku akibat kepergok tadi. Rio
pun masih tidak berkomentar apa – apa. Dia masih sibuk dengan laptop nya. Entah
apa yang ia kerjakan, aku sudah tidak peduli lagi.
Jam 8 malam kami
selesai kerja kelompok dan hanya aku yang tersisa di rumah Rani.
“Kay, lu pulang sama
siapa ?” Tanya Rani.
“Gua nanti dijemput
sama Dimas. Tadi dia nawarin diri mau jemput gua soalnya” jawabku jujur.
“Kay, soal Dimas….”
“Kayaknya gua nyerah
aja deh Ran sama Rio” ucapku memotong perkataan Rani.
“Ha ? seriusan ? kenapa
?” Tanya nya
“Kenapa apanya ?
bukannya tadi lu sendiri yang bilang dan nyuruh gua membuka hati buat orang
lain ?” jawabku.
“Iya sih kay, Cuma ya
tumben – tumbenan aja. Lu kan dari dulu selalu keras kepala, apalagi kalo
dibilangin tentang Rio”
Omongan Rani terputus
karena kami mendengar suara motor yang lumayan keras di malam hari seperti ini.
Itu pasti suara motor Dimas. Aku bergegas pamit untuk pulang.Orang tua Rani sedang
berada di luar kota, jadi aku langsung keluar dan memakali sepatuku. Aku menghampiri
Dimas dan langsung duduk di belakangnya.
“Kay, lu udah makan
belom ?” Tanya nya.
“Belom. Kenapa ?” aku
bertanya balik. Tumben sekali dia.
“Kita makan dulu yuk,
sekalian ada yang mau gua omongin” jawabnya.
Kami pun pergi menuju
sebuah café yang lumayan jauh dari rumah ku. Kami berdua memesan nasi goring dan
jus jeruk. Pandangan ku menyapu sekelilling café ini. Suasana nya romantis dan
banyak pasangan – pasangan muda yang makan disini. Jus jeruk pesanan kami pun
sampai duluan. Aku segera meminum minuman ku.
“Kayana” panggilnya.
“Ya ?”
Dimas meraih tangan ku
dan menggenggam nya. Aku yang merasa kaget pun sontak menarik tangan ku. Namun Dimas
menggenggamnya erat. Aku pun diam dan mata kami saling bertatapan.
“Kayana Putri”
“Kenapa sih Dim ?”
“Gua jatuh cinta sama
seorang Kayana Putri. Gua jatuh cinta sama senyumnya, tatapannya, dan hatinya.
Kayana selalu jadi seorang Putri di hati gua.” Ucapnya. “Kay, maukah lu
menerima seorang Dimas yang jauh dari kata sempurna ini untuk jadi pangeran lu
?”
Aku terdiam. Mulut ku
tak bisa berkata apa – apa.
“Kay ? kata – kata gua
susah di pahami ya ?” ucapnya.
“Hah ? lu gak salah Dim
?” tanyaku.
“Enggak Kay. Gua bener –
bener suka sama lu. Mau gak lu jadi pacar gua ?” jelasnya.
Aku menarik nafas
panjang kemudian tersenyum kepada Dimas. Aku rasa aku memang sudah harus
melupakan Rio. Aku menganggukan kepala ku tanda menyetujui nya. Dimas pun
tersenyum kearah ku dan pada hari itu, kami sudah resmi berpacaran.
***~***~***~***~***
“APA ?! OMG Kayana ! Lu
serius udah jadian sama Dimas ?!”
“Sst, bawel banget sih”
gara – gara ulah Rani, kelasku jadi tau. Termasuk Rio. Oh iya Rio, aku mau tau respon
nya. Aku melirik ke meja Rio, ia sempat melihat ku dan kemudian memainkan
smartpone nya kembali. Sudah ku duga, dia tidak akan peduli sedikipun. Ini saatnya aku move on
dari nya.
Rio memasukan ponselnya
kedalam kantong celana nya dan bangun dari tempat duduknya. Dia berjalan kearah
depan dan kemudian berjalan ke arah tempat duduk ku. Ah paling dia mau
nyamperin temannya yang duduk di dekat ku.
“Kay, ikut gue bentar”
Ucap Rio yang tiba – tiba menarik tangan ku
Aku kaget dan menurut
saja, ini baru pertama kalinya Rio memegang tangan ku. Rasa deg – degan itu
masih ada. Padahal sudah 2 minggu lebih aku menjalani hubungan dengan Dimas. Ia
membawaku keluar kelas menuju tempat yang sepi.
“Rio lepasin. Lu mau
ngapain ?” ucapku sambil berusaha melepaskan genggamannya.
Rio membanting pelan
tubuh ku ke dinding. Tangan nya masih menggenggam tangan ku. Ia menatapku
dengan lembut. Entah kenapa aku rasanya tidak bisa melawan. Ia mendekatkan
wajahnya ke arah ku.
“Kayana, lu beneran
suka sama gua ?” Tanya nya.
Aku pun terkejut karena
ia tiba – tiba saja menanyakan pertanyaan tersebut. Aku diam saja, aku tidak
mampu mengeluarkan kata – kata sedikitpun.
“Kay, jawab gua kay”
ucapnya. “Gua tau selama ini lu suka sama gua. waktu dirumah Rani, Gue denger
semuanya. Tapi kenapa sekarang lu malah jadian sama Dimas ?”
“IYA ! Gue emang suka
sama lu dari setahun yang lalu ! Gua cape nunggu lu yang selalu cuek ! gua cape
Rio, cape !” aku tidak dapat menahan air mataku.
“Dan sekarang lu udah
bisa move on dari gua ? sekarang lu udah bisa suka sama Dimas seperti lu suka
sama gua ?”
“Kenapa lu nanya itu ?
itu urusan gue !” bentak ku.
“Jawab gua kay”
“Kenapa lu mesti
nanyain itu ?” tanyaku sambil terus meneteskan air mataku.
“Karena gua suka sama
lu kay. Gua suka sama lu semenjak setahun lalu”
Aku terdiam, perasaan
senang bercampur sedih dan marah menjadi satu. Tangis ku makin menjadi jadi. “Tapi
kenapa lu secuek itu ? lu bahkan keliatan gak peduli sama sekali sama gua !”
“Gua gatau apa yang
harus gua lakuin. Gua cuma bisa diem dan nahan sakit pas liat lu sama Dimas kay”
jawabnya.
“Terus sekarang lu mau
apa ? lu mau nyuruh gua putusin Dimas ?
ha ?”
“Enggak kay, lu tenang
aja” ucapnya sambil tersenyum. “Gua bakal nunggu lu, sama kayak lu nunggu gua
waktu itu. Lu bisa dateng ke gua kapan aja lu mau kay. Dan maafin gua selama
ini yang gak pernah bisa berbuat apa – apa”
“Rio…” aku langsung
memeluknya erat – erat. Aku menangis di pundaknya. Melepaskan semua beban yang
selama ini aku rasakan.
“Kay” Rio melepaskan
pelukannya dan mengusap air mata di pipiku. “Gua gak akan ngerusak hubungan lu
sama Dimas. Dan satu hal yang pasti, Gua bakal tetep menunggu lu kay”
Rio memeluk ku dengan
lembut. Pada akirnya cinta ku tidak bertepuk sebelah tangan, namun tidak
berakhir dengan indah juga. Cinta itu menghampiri ku di saat yang tidak tepat.
Seandainya aku bisa bersabar sedikit lagi untuk menunggu nya. Namun aku
memperlajari banyak hal, aku tidak harus selalu menunggu. Aku bisa mengejarnya.
Tapi bukan sekarang, aku tidak ingin menyakiti hati siapapun juga.
Aku akan tetap
mencintai mu dalam diam. Aku akan menunggu waktu yang akan menyatukan kita.
Rio, aku menunggu mu …..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar